Setelah berpetualang di Banjarnegara, perjalanan langsung berlanjut ke Wonosobo. Kali ini yang mengundang adalah Komunitas Kopi Wonosobo. Tujuannya adalah Desa Bowongso, kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sebagai desa penghasil kopi, Bowongso sedang merencanakan wisata kopi. Jadi undangan kali ini adalah uji coba trip wisata kopi.
Memenuhi tujuan tersebut, maka segala sesuatunya sudah disiapkan oleh Kelompok Tani Kopi Bina Sejahtera. Mulai dari mobil penjemputan dari Wonosobo. Perjalanan Wonosobo menuju Bowongso kurang lebih memakan waktu 1 jam.
Desa Bowongso adalah desa tertinggi di lereng Gunung Sumbing. Meski jalan sepenuhnya mulus, perjalanan menjadi tidak begitu terasa karena pengunjung akan disuguhi panaromana pegunungan yang asri.
Karena berangkat sore hari, rombongan Blogger Banyumas dan Blogger Wonosobo sampai di Bowongso tepat sebelum maghrib. Langsung disuguhi pemandangan lembah luas membentang kota Wonosobo dengan taburan awan di bawah kaki Desa Bowongso.
Sesampainya di homestay, langsung disambut ramah petani-petani kopi yang sudah menunggu.
Diselingi shalat maghrib dan makan malam, acara malam ini adalah bincang santai dengan Kelompok Tani kopi Bina Sejahtera. Jika di Banyumas ada istilah “juguran“, di sini istilahnya “nggiman“. Yaitu bincang akrab ditemani minuman hamgat, cemilan dan rokok.
Tentu saja kali ini minuman hangatnya adalah kopi Bowongso. Perlengkapan seduh kopi acara “nggiman” kali ini sangat lengkap. Mulai dari grinder tangan Rhinowares, ketel leher angsa & kompor listrik otomatis Bonavita, dan alat seduh V60. Kita juga berkesempatan mencicipi kopi seduh dingin (cold brew) Bowongso.
Tidak berhenti di situ, pengetahuan tentang kopi dari petani-petani yang terbilang masih muda-muda ini, sangat mumpuni. Sehingga pengunjung bisa banyak belajar dari mereka, atau menjadikan mereka sebagai teman diskusi berpengetahuan luas tentang kopi.
Menurut Eed (43), Ketua Kelompok Tani Bina Sejahtera dan Izun, petani kopi, keberadaan kelompok tani kopi mereka tidak terlepas dari dampingan Komunitas Kopi Wonosobo. Pada kunjungan kali ini diwakili oleh Dani Bule dan Tegar.
Bagi yang telah menguras fisik 3 hari 2 malam berpetualang di Banjarnegara, segera mohon pamit untuk istirahat. Karena memang keesokan harinya, dijadwalkan untuk berkegiatan fisik lagi. Sedangkan yang lainnya tetap melanjutkan bincang-bincangnya.
Esok paginya, sembari menikmati indahnya pemandangan dua gunung Sindoro – Sumbing, petualangan dimulai.
Menggunakan mobil bak terbuka (pickup), rombongan menuju titik pendakian. Tujuannya adalah Seduh Kopi di Atas Awan.
Setelah jalan tidak bisa dilalui mobil, kitapun melanjutkan dengan berjalan kaki. Sekitar 20 menit berjalan menananjak tanpa henti, akhirnya tiba di Pos Gardu Pandang. Disinilah acara seduh kopi diadakan.
Meski saat mendaki terlihat cerah, sesampainya di Gardu Pandang, pemandangan yang tampak di sisi seberang jurang, seluruhnya putihnya kabut awan.
Rombongan langsung melepas lelah, sambil menunggu Kinan, peserta termuda (6 bulan), yang digendong kedua orangtuanya sampai Gardu Pandang.
Setelah lengkap, Eed dan beberapa petani kopi yang setia menemani, menghidangkan sarapan Nasi Megono dan Tempe Kemul. Kedua makanan khas Wonosobo yang terasa sangat nikmat disantap di hawa dingin.
Berikutnya adalah menu utama, seduh kopi di ketinggian 2000 mdpl. Kembali peralatan lengkap dikeluarkan untuk keperluan ini. Bahkan, kompor gas portabel-pun tersedia.
Menikmati seduh kopi V60 di ketinggian 2000 mdpl dan setelah bersusah payah mendaki, adalah sebuah kemewahan.
Seusai pas bermewah-mewah, seluruh peserta kopi-trip kembali turun. Dengan berhati-hati untuk tidak meninggalkan sampah, tentunya.
Perjalanan berlanjut ke kebun kopi. Sambil meyicip buah kopi merah (red cherry), yang manis rasanya, obrolan kopi kembali berlanjut. Eed menjelaskan sejarah kopi Bowongso. Dia juga menjelaskan total keseluruhan ada sekitar 78.000 batang pohon kopi yang dikelola oleh Kelompok Tani Bina Sejahtera. Satu batang pohon kopi bisa menghasilkan 20 – 25 kg buah kopi siap olah.
Semoga kedepan ada semacam gazebo atau gubuk tempat pengunjung agrowisata dapat berbincang santai di kebun kopi. Karena setelah mendaki dan jalan turun dari Gardu Pandang dan harus berdiri selama ngobrol di kebun kopi itu cukup melelahkan.
Kunjungan terakhir kopitrip Bowongso adalah di rumah Kelompok Tani Bina Sejahtera. Tempat kopi Bowongso diolah, diroasting, hingga dikemas. Pengunjung dipersilakan untuk mencicipi sepuasnya kopi, juga “cascara” (teh kulit kopi).
Tentu saja yang menjadi sasaran uji coba peserta kopitrip kali ini adalah kopi arabica luwak liar.
Makan siang tersedia di sini juga. Dua pilihan nasi yang bisa dipilih, nasi megono dan nasi jagung dengan lauk tradisional yang nikmat sekali.
Untuk oleh-oleh, Kopi Bowongso juga bisa dibeli dengan harga Rp 24.000/100 gram (kalau beli di Wonosobonya Rp 30.000).
Jika tertarik untuk ber-agrowisata dan trip kopi sambil menikmati suasana pegunungan yang luar biasa, bisa menghubungi Dani Bule 08122897113.
Ga suka ngopi sih, tapi bakal dibela-belain menuju sini. Sama Dieng ini mananya? Sebelumnya kan ya? 😀
di arah yg berlawanan dari Dieng, mase
di pinggir Kledung
seger temen yah kuwe padha?
nyong dadi ngiler 🙂